Peristiwa - Peristiwa Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Perjuangan memperpertahankan Kemerdekaan
A. Mempertahankan Kemerdekaan di Berbagai Daerah
Bangsa Indonesia mempunyai semboyan perjuangan “Sekali merdeka tetap merdeka”. Berikut ini adalah beberapa pertempuran di berbagai daerah di Indonesia dalam rangka mempertahankan kemerdekaan.
1. Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya
Pertempuran 10 November 1945 terjadi di Surabay (Jawa Timur). Pertempuran terjadi antara rakyat Surabaya melawan Sekutu. Latar belakang terjadinya Pertempuran 10 November 1945 adalah sebagai berikut :
a. Tentara Sekutu Mendarat di Surabaya
Tentara Sekutu mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945. Pada awalnya kedatangan Sekutu di Surabaya yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby diterima dengan baik oleh rakyat Surabaya. Tentara Sekutu mulai menguasai gedung-gedung penting yang ada di sekitar pelabuhan. Tentara Sekutu juga melakukan patroli keliling kota.
Di Surabaya pada saat itu terdapat berbagai kekuatan seperti Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dipimpin Dr.Mustopo, TKR dari Divisi Malang. Laskar Rakyat Hizbullah dimalang dan BPRI (Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia) yang dipimpin oleh Bung Tomo.
b. Kontak Senjata dengan Sekutu
Peristiwa kontak senjata terjadi pada tanggal 27 Oktober 1945. Penyebab kontak senjata karena pihak Sekutu terus-menrus mengadakan patroli keliling kota tanpa mengidahkan tuntutan pihak Indonesia. Pihak Sekutu memaksa rakyat Surabaya menyerahkan senjatany kepada Sekutu. A.W.S.Mallby dengan sombong mengatakan bahwa sejak tanggal 27 Oktober 1945, Kota Surabaya menjadi tanggung jawab Sekutu.
c. Pertempuran Sore Hari
Maka terjadilah pertempuran pada sore hari tanggal 28 Oktober 1945. Rakyat Surabaya berhasil menguasai berbagai pos yang pernah dikuasai Sekutu di seluruh Kota Surabaya. Bung Tomo memimpin pertempuran.
Pihak Sekutu semakin kewalahan A.W.S.Mallaby meminta bantuan kepada Presiden Soekarno untuk mengadakan gencatan senjata. Presiden Soekarno yang didampingi oleh Wakil Presiden Drs. Moh.Hatta pada tanggal 29 Oktober 1945 datang ke Surabaya. Mereka tiba pukul 11.30 WIB yang disertai pula oleh Menteri Penerangan Amir Syarifudin dan Jenderal D.C.Hawthorn. Setelah tenang, keesokan harinya pada tanggal 30 Oktober 1945 Presiden Soekarno bersama rombongan kembali ke Jakarta.
d. Tentara Gurkha Menembaki Rakyat
Pada tanggla 30 Oktober 1945, Tentara Gurkha ( tentara bayaran Sekutu) menembaki rakyat. Pada saat itu Presiden Soekarno dan rombongan baru saja kembali ke Jakarta. Terjadilah pertempuran sengit antara tentara Gurkha dengan arek-arek (rakyat) Surabaya. Dalam pertempuran itu A.W.S. Mallaby tewas.
e. Ultimatum Sekutu
Tentara Sekutu yang berada di Jakarta mengeluarkan ultimatum atau ancaman kepada arek-arek Surabaya pada tanggal 9 November 1945. Isi ultimatum adalah, “Semua pemimpin dan orang-orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkam senjata ditempat yang telah ditentukan, kemudian menyerahkan diri dengan mengangkat tangan ke atas. Batas waktu ultimatum sampai pukul 06.00 WIB tanggal 10 November 1945.”
f. Ultimatum Tidak Dihiraukan
Maka, meletuslah pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Dalam pertempuran itu pihak Sekutu mengarahkan seluruh kekuatan seperti Angkatan Darat Subinfantri yang tediri atas Divisi India ke-5 dan sisa pasukan A.W.S Mallaby. Alat perang yang dikerahkan di antaranya kapal penjelajah Sussex, beberapa kapal perusak, pesawat Mosquito dan Thunderbolt dari Angkatan Udara Inggris. Maka banyak arek-arek Surabaya yang gugur. Arek-arek Surabaya gugur untuk membela bangsa dan negara Indonesia. Untuk menghormati peristiwa itu, maka di Kota Surabaya dibangun Tugu Pahlawan. Tanggal 10 November diperingati sebagai hari Pahlawan.
2. Pertempuran Ambarawa
Pertempuran yang terjadi di Ambarawa (Jawa Tengah) disebabkan oleh penarikan tentara Inggris dari Magelang (Jawa Tengah) ke Ambarawa pada tanggal 21 November 1945 secara diam-diam. Resimen Kedu (Jawa Tengah) yang dipimpin Letkol M.Sarbini melakukan pengejaran. Gerakan mundur pasukan Sekutu dapat ditahan di daerah sebelah barat Ambarawa. Tentara Sekutu terus mundur sambil berusaha menguasai dua desa di Ambarawa.
Kolonel Soedirman selaku Panglima Divisi Banyumas (Jawa Tengah) turun tangan memimpin pasukan di Ambarawa. Pada tanggal 12 Desember 1945 tentara Indonesia melancarkan serangan serentak terhadap Sekutu. Setelah bertempur selama empat hari, tenra Indonesia dapat mendesak pasukan Sekutu dari Ambarawa mundur ke Semarang ( Jawa Tengah). Untuk memperingati pertempuran itu, maka di Kota Ambarawa didirikan Monumen Palagan Ambarawa.
3. Bandung Lautan Api
Pada tanggal 12 Oktober 1945 tentara Sekutu tiba di Kota Bandung ( Jawa Barat). Sekutu menuntut agar semua senjata hasil rampasan dari Jepang diserahkan kepada Sekutu. Pada tanggal 21 November 1945, tentara Sekutu mengeluarkan ultimatum agar Kota Bandung bagian utara dikosongkan oleh pihak Indonesia demi keamanan paling lambat tanggal 29 November 1945.
Pada tanggal 22 Maret 1946, tentara Sekutu kembali mengeluarkan ultimatum agar pihak Indonesia mengosongkan seluruh Kota Bandung. Pihak Indonesia di Kota Bandung menuruti perintah ultimatum. Sebelum meninggalkan Kota Bandung, pihak Indonesia membumihanguskan Kota Bandung bagian selatan pada tanggal 24 Maret 1946. Tujuannya agar gedung-gedung penting tidak dikuasai oleh pihak Sekutu. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Bandung Lautan Api.
4. Pertemouran Medan Area
Pada tanggal 9 Oktober, pasukan Inggris atas nama Sekutu yang diboncengi oleh serdadu Belanda yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly mendarat di Kota Medan (Sumatra Utara). Namun, pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kapten Westerling telah berada di Medan.
Pada tanggal 13 Oktober 1945 terjadi pertempuran antara tentara Indonesia melawan pasukan Belanda yang merupakan awal pertembpuran Medan Area. Oleh karena itu, pada tanggal 18 Oktober 1945 tentara Sekutu mengeluarkan maklumat (pengumuman) untuk melarang rakyat membawa senjata dan semua senjata diserahkan kepada Sekutu. Puncak pertemuan Medan Area terjadi pada tanggal 10 Desember 1945. Pertempuran Medan Area menelan banyak korban di kedua belah pihak.
5. Pertempuran Margarana
Pertempuran Margarana (Bali) terjadi karena isi Perjanjian Linggajati yang menyatakan bahwa daerah kekuasaan Republik Indoneswia yang diakui hanya Pulau Jawa, Madura dan Sumatra sedangkan Pulau Bali tidak termasuk daerah kekuasaan Republik Indonesia.
Belanda kemudian berusaha membentuk Negara boneka (Negara di bawah kendali Belanda) di daerah Indonesia bagian timur. Belanda membujuk Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai agar mau bekerja sama. Namun, I Gusti Ngurah Rai menolaknya. I Gusti Ngurah Rai justru menyusun kekuatan untuk menghadapi Belanda. Pada tanggal 18 November 1946 terjadilah pertempuran antara pasukan I Gusti Ngurah Rai dengan pasukan Belanda. Pasukan I Gusti Ngurah Rai dapat menguasai Tabanan.
B. Agresi Militer Belanda terhadap Republik Indonesia
Agresi militer Belanda pertama dilakukan pada tanggal 21 Juli 1947. Agresi militer Belanda kedua dilakukan pada tanggal 19 Desember 1948. Latar belakang yang sama yakni pengingkaran janji pihak Belanda kepada Indonesia. Berikut ini adalah peristiwa agresi militer Belanda pertama dan kedua terhadap Indonesia :
1. Agresi Militer I Belanda
Karena adanya perbedaan penafsiran hasil Perjanjian Linggajati. Perbedaan penafsiran terjadi baik dari pihak Belanda maupun dari pihak Indonesia. Perjanjian Linggajati dilakukan di Linggajati Cirebon, Jawa Barat. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir dengan anggoata delegasi Mr.Moh.Roem, Mr.Susanto, dr.A.K. Gani dan beberapa anggota cadangan yaitu dr.Sudarsono, Mr.Amir Syarifudin dan dr. Leimena. Delegasi Belanda dipimpin oleh Prof.Schermerhorn dengan anggota Max Van Roll, F. de Boer dan H.J. Van Mook. Perjanjian Linggajati dilakukan pada tanggal 10 November 1946. Hasil perjanjian disetujui oleh kedua belah pihak dan diumumkan pada tanggal 15 November 1946.
Dlama persidangan di Dewan Keamanan PBB, pihak Indonesia mengutus Sutan Sjahrir dan Haji Agus Salim. Pada tanggal 4 Agustus 1947 Indonesia dan Belanda menghentikan baku tembak. Pada tanggal itu juga agresi militer Belanda terhadap Indonesia berakhir.
2. Agresi Militer II Belanda
Setelah berhenti tembak-menembak, maka PBB ikut membantu menyelesaikan masalah antara Indonesia dan Belanda. PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN). KTN beranggotakan Amerika Serikat, Belgia dan Australia. Para delegasi KTN terdiri atas Richard C. Kirby (Australia), Paul Van Zeeland (Belgia) dan Frank B. Graham (Amerika Selatan).
KTN mengusulkan agar Indonesia dan Belanda mengadakan perundingan yang berlangsung di atas geladak kapal Angkatan Laut Amerika Serikat. USS Renvile, yang sedang berlabuh di Teluk Jakarta. Hasil perundingan ini disebut Perjanjian Renvile yang ditandatangani pada tangal 17 Januari 1948. Isi perjanjian terdiri atas persetujuan gencatan senjata, prinsip politik dan beberapa prinsip tambahan dari KTN.
Di bidang politik, negara-negara buatan Belanda mencela dan memprotes tindakan Belanda. Dewan Keamanan PBBB mulai membicarakan agresi militer Belanda. Amerika serikat mendukung Indonesia, setelah Indonesia berhasil menumpas pemberontak PKI. Amerika kemudian menekan Belanda dengan menghentikan bantuannya. Akibat tekanan dari berbagai pihak, maka Belanda akhirnya menerima perintah Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan agresinya.
C. Pengakuan Kedaulatan Indonesia oleh Belanda
Pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh Belanda didahului oleh dua perundingan. Kedua perundingan itu adalah Persetujuan Roem-Royen dan Konferensi Meja Bundar (KMB). Penandatanganan pengakuan kedautan Negara Indonesia oleh Belanda dilakukan di dua tempat yaitu di Den Haag ( Belanda) dan Jakarta (Indonesia) pada tanggal 27 Desember 1949.
1. Pesetujuan Roem- Royen
Dewan Keamanan PBB pada tanggal 23 Maret 1949 memerintahkan UNCI (United Natioms Commission for Indonesia – Komisi PBB untuk Indonesia) untuk membantu pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan PBB tanggal 28 Januari 1949. UNCI berhasil membawa Indonesia dan Belanda ke meja perundingan. Pihak Indonesia diwakili oleh Mr. Moh. Roem dan pihak Belanda diwakili oleh Dr. Van Royen.
Akhirnya pada tanggal 17 Mei 1949 tercapai persetujuan yang dikenal Persetujuan Roem-Royen (Roem-Royen Statements). Isi Persetujuan Roem-Royen adalah memperceptan penyerahan kedaulatan yang sungguh-sungguh dan lengkap kepada Indonesia Serikat tanpa syarat. Persetujuan Roem-Royen ditindaklanjuti dengan dilaksanakannya Konferemsi Meja Bundar (KMB).
2. Konferensi Meja Bundar (KMB)
Sebelum dilakukan Konferensi Meja Bundar (KMB) terlebih dahulu dilaksanakan kenferensi Antar-Indonesia sebanyak dau kali. Pertama, pada tanggal 19-22 Juli1949 di Yogyakarta. Kedua, pada tanggal 30 Juli 1949 di Jakarta. Tujuannya agar semua pihak menyepakati pembentukan Negara Republik Indonesia Serekat (RIS). Peserta konferensi berasal dari Indonesia dan BFO (Bijeenkoms Voor Federaal Overleg). BFO adalah musyawarah Negara-negara bagian yang dibentuk oleh Belanda di Indonesia. BFO mendukung tuntutan Indonesia atas penyerahan kedaulatan tanpa ikatan ekonomi dan politik.
Pada tanggal 23 Agustus 1949 samapi tanggal 2 November 1949, pihak Indonesia mengikuti Konferensi Meja Bundar yang berlangsung di Den Haag, Belanda. Delegasi PBB melalui UNCI dipimpin oleh Chritchely yang bertugas sebagai pengawas. Hasil KMB yang terpenting bagi bangsa Indonesia adalah Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat pada akhir Desember 1949. Masalah Irian Barat akan diselesaikan setahun kemudian
Sebagai tindak lanjut KMB, maka dilaksanakn penandatanganan pengakuan kedaulatan RIS. Penandatanganan pengakuan kedaulatan dilakukan didua tempat pada waktu yang bersamaan.
0 komentar:
Posting Komentar