Breaking News
Loading...
Rabu, 01 Juli 2015

Penjelasan Lengkap Tentang Shalat Witir


 1. Arti Shalat Witir  
 
Shalat Witir adalah salat sunah dengan rakaat ganjil yang dilakukan setelah melakukan shalat lainnya di waktu malam (misal: tarawih dan tahajjud. Shalat ini dimaksudkan sebagai pemungkas waktu malam untuk "mengganjili" shalat-shalat yang genap. Karena itu, dianjurkan untuk menjadikannya akhir shalat malam. Witir itu maknanya ganjil - bukan penutup - seseorang yang telah bershalat witir, lalu ingin shalat sunat lagi, itu boleh saja. tetapi jangan mengulangi lagi witirnya, Hal ini berdasarkan riwayat Abu Daud, Nasa'i dan Turmudzi yang menganggapnya hasan, dari Ali r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah saw. besabda: 'Tiada dua kali Witir dalam semalam'."
Dari Ummu Salamah r.a. bahwa Nabi saw. pernah melakukan lagi dua raka'at sehabis Witir sambil duduk. (diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Turmudzi dan lain-lain).

2. Keutamaan serta Hukumnya
 
Shalat witir adalah shalat sunat yang muakkad yang dianjurkan serta disemangatkan benar-benar oleh Rasulullah saw. Dari Ali r.a. katanya: "Sebenarnya witir itu bukanlah fardlu sebagaimana shalat-shalat lima waktu yang diwajibkan. Hanya saja Rasulullah saw. setelah berwitir, pernah bersabda: 'wahai ahlul qur'an, kerjakanlah shalat witir sebab Allah itu witir (Maha Esa) dan suka sekali kepada 'yang ganjil." (H.R. Ahmad dan Ash-habus-Sunan dan oleh Turmudzi dianggap sebagi hadits hasan, sedangkan Hakim yang meriwayatkannya juga menganggapnya sebagai hadits shahih).

3. Waktunya
 
Para ulama telah sepakat bahwa waktu shalat sunat witir itu ialah sesudah shalat 'Isya dan terus berlangsung sampai fajar.  Rasulullah saw. sendiri bershalat witir terkadang pada awal malam, kadang-kadang pula pada pertengahannya dan kadang-kadang pula pada penghabisan malam. Begitulah menurut  hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Mas'ud al-Anshari Dari Abdullah bin Abu Qais, katanya: "Saya bertanya kepada 'Aisyah r.a. tentang witir Rasulullah saw. Beliau menjawab: 'Adakalanya beliau itu berwitir pada permulaan malam'. Saya bertanya pula, apakah bacaan beliau itu dengan suara perlahan-lahan atau keras ? 'Aisyah r.a. menjawab: 'Kedua cara itu pernah dilakukannya, adakalanya dengan perlahan dan adakalanya dengan keras; juga beliau saw. itu adakalanya mandi (janabat) dulu lalu tidur dan adakalanya pula hanya berwudlu lalu tidur." (Diriwayatkan oleh Abu Daud, juga oleh Ahmad, Muslim dan Turmudzi).

4. Sunahnya Menyegerakan Atau Mengundurkan
 
Disunahkan menyegerakan shalt witir pada permulaan malam bagi seseorang yang takut kalau-kalau ia tidak akan bangun pada akhir malam, Tetapi bagi seseorang yang merasa sanggup dapat bangun pda akhir malam, maka disunahkan mengerjakan Witir itu pada akhir malam.
Dari Jabir r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda kepada Abu Bakar r.a.: "Bilakah engkau berwitir? Abu Bakar menjawab: "Pada permulaan malam sesudah shalat 'Isya," Beliau saw. lalu bersabda kepada Umar: "Engkau Umar, bilakah berwitir?" Umar menjawab: "Pada akhir malam, " Kemudiana Rasulullah saw. bersabda: " Engkau ini wahai Abu Bakar suka berlaku hati-hati, sedang engkau wahai Umar menunjukkan keteguhanmu." (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Hakim dan katanya hadits ini sah menurut syarat Muslim). Rasulullah sendiri akhirnya melakukan Witir itu pada waktu sahar (hampir masuk waktu shubuh) karena memang itulah yang lebih utama. Demikianlah hadits yang diriwayatkan oleh Jama'ah dari 'Aisyah r.a.

5. Bilangan  Rakaat Witir 
 
Turmudzi berkata: "Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa beliau berwitir tiga belas raka'at, sebelas, sembilan, tujuh, lima, tiga atau seraka'at saja." Ishak bin Ibrahim berkata: "Yang dimaksudkan dengan riwayat di atas ialah bahwa Nabi saw. itu bershalat malam sebanyak tiga belas raka'at dan diantar raka'at yang sebanyak itu adalah shalat Witir. Jadi nama shalat malamnya digabungkan kepada shalat Witir saja.
Ada beberapa  cara dalam mengerjakan raka'at witir sesuai dengan sunnah Nabi saw.,yakni :

    Boleh dua-dua raka'at kemudian satu raka'at. Masing-masing dengan tasyahud dan salam.
    Boleh juga dilakukan dengan dua tasyahud dan sekali salam.
    Seluruh raka'atnya disambung tanpa bertasyahud selain pada raka'at sebelum terakhir - dan selanjutnya berdiri menambah seraka'at lagi - lalu bertasyahud dan salam.
    Dilakukan seluruhnya dengan hanya sekali bertasyahud dan sekali salam - di raka'at terakhir.


6. Bacaan Dalam Witir

    Baca apa saja dari al-Qur'an. Bacaan ayat setelah Surah Al-Fatihah dalam shalat Witir itu boleh digunakan ayat manapun dari Al-Qur'an. Ali r.a. berkata: "Di dalam Al-Qur'an itu tidak ada yang dapat diabaikan. Oleh sebab itu dalam shalat witir bolehlah engaku membaca sesukamu."
    Kebiasaan Nabi. Tetapi disunatkan apabila berwitir dengan tiga raka'at, hendaklah menggunakan surat-surat sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan Turmudzi yang olehnya dianggap sebagai hadits hasan, dari 'Aisyah r.a., katanya: "Rasulullah saw. di dalam Witir membaca Sabbihisma rabbikal a'laa (Surah Al-A'la) dalam raka'at pertama, Qul yaa ayyuhal kaafiruun (Surah Al-Kafirun) dalam raka'at kedua, sedang dalam raka'at lainnya yaitu yang ketiga membaca Qul huwallaahu ahad (Surah Al-Ikhlash) serta dua surat mu'awwadzah (Qul a'udzu birabbil falaq dan Qul a'uudzu birabbin nas).


7. Qunut Dalam Witir
 
Bacaan Qunut itu disyari'atkan dalam semua shalat Witir berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Ah-Habus Sunan dan lain-lainnya dari hadits Hasan bin Ali r.a., katanya: Rasulullah saw. mengajarkan do'a-do'a untuk saya baca dalam witir
teks do'a qunut
Turmudzi berkata: "Ini adalah hadits hasan. Bahkan tiada suatu keteranganpun tentang qunut dari Nabi saw. yang lebih baik dari hadits ini. Begitu pula madzhab Ibn Mas'ud, Abu Musa, Ibnu Abbas, Al-Barra' Anas, Hasan al-Basri, Umar bin Abdul 'Aziz, Tsauri, Ibnul Mubarrak, ulama-ulama hanafiah dan salah satu riwayat Imam Ahmad. Adapun Imam Syafi'i dan lain-lain berpendapat tidak perlu berqunut itu kecuali dalam pertengahan yang akhir dari bulan Ramdhan, ini berdasarkan riwayat Abu Daud bahwa Umar bin Khattab mengumpulkan orang banyak untuk bershalat jama'ah dengan berma'mum kepada Ubai bin Ka'ab. Selama dua puluh hari Ubai mengimami mereka itu dan tidak pernah berqunut melainkan dalam pertengahan akhir dari bulan ramadhan.
Wallaahu a'lam.





0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer